Minggu, 18 Desember 2011

POSBAKUM ( Pos Bantuan Hukum )




Pengetahuan masyarakat terhadap hukum di Indonesia bisa dikategorikan rendah. Terutama bagi rakyat miskin. Sehingga terkadang ketika terjerat sebuah perkara mereka menghadapinya sendiri tanpa ada bantuan dari kuasa hukum. Namun dalam UUD 1945 pasal 28 D (1) menyatakan dengan tegas bahwasetiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Jaminan negara ini kemudian dijabarkan dalam berbagai Undang-Undang dan peraturan yang berkaitan dengan akses masyarakat terhadap hukum dan keadilan.

Masyarakat yang tidak mampu dan awam hukum dalam mengajukan perkaranya ke pengadilan sering kali dihadapkan pada aturan dan bahasa hukum yang kadang terkesan kaku dan prosedural. Baik dalam tahapan litigasi maupun non litigasi semuanya harus dilakukan sesuai dengan aturan hukum itu sendiri atau jika tidak permohonan atau gugatan yang diajukan akan ditolak pengadilan padahal bisa jadi hanya karena tidak memenuhi aspek prosedural hukum.

Maka atas dasar pertimbangan itulah kemudian dibentuk Undang-Undang yang mengatur tentang POSBAKUM ( Pos Bantuan Hukum ) bagi rakyat kecil yang tidak mampu. Undang-undang yang mengatur tentang POSBAKUM antara lain Undang-Undang nomor 48 Tahun 2009 dan Undang-undang nomor 50 Tahun 2009. Dalam Undang-undang nomor 48 tahun 2009 pasal 56 dan 57 menyatakan bahwa :
Pasal 56
(1) Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.

(2) Negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu.
Pasal 57
(1) Pada setiap pengadilan negeri dibentuk pos bantuan hukum kepada pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum.

(2) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1),diberikan secara cuma-cuma pada semua tingkat peradilan sampai putusan terhadap perkara tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(3) Bantuan hukum dan pos bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan.

Hal ini kemudian dikuatkan dengan Undang-undang nomor 50 Tahun 2009 yaitu pada pasal 60 C yang berbunyi:
Pasal 60C
(1) Pada setiap pengadilan agama dibentuk pos bantuan hukum untuk pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum.
(2) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara cuma-cuma kepada semua tingkat peradilan sampai putusan terhadap perkara tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap.
(3) Bantuan hukum dan pos bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan



Untuk menindaklanjuti perintah undang-undang tersebut Mahkamah Agung kemudian mengeluarkan surat Edaran yang mengatur tentang POSBAKUM serta tata cara pelaksanaanya. Dalam surat edaran ini terdapat tiga lampiran. Lampiran A tentang POSBAKUM serta tata cara pemberian bantuan pada Pengadilan Negeri, Lampiran B tentang POSBAKUM serta tata cara pemberian bantuan pada Pengadilan Agama , dan lampiran C  tentang POSBAKUM serta tata cara pemberian bantuan pada Pengadialan Tata Usaha Negara. Dan yang kami bahas adalah lampiran B yaitu dari pasal 16 sampai Pasal 31. Isi dari pasal-pasal tersebut antara lain :

Pasal 16
Pembentukan Pos Bantuan Hukum
(1) Pada setiap Pengadilan Agama dibentuk Pos Bantuan Hukum.
(2) Pembentukan Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama dilakukan secara bertahap.
(3) Pengadilan Agama menyediakan dan mengelola ruangan dan sarana serta prasarana untuk Pos Bantuan Hukum sesuai kemampuan.

Pasal 17
Jenis Jasa Hukum Dalam Pos Bantuan Hukum
(1) Jenis jasa hukum yang diberikan oleh Pos Bantuan Hukum berupa pemberian informasi, konsultasi, advis dan pembuatan surat gugatan/permohonan.
(2) Jenis jasa hukum seperti pada ayat (1) di atas dapat diberikan kepada
penggugat/pemohon dan tergugat/termohon.
(3) Pemberian jasa hukum kepada penggugat/pemohon dan tergugat/termohon tidak boleh dilakukan oleh satu orang pemberi bantuan hukum yang sama.

Pasal 18
Pemberi Jasa Di Pos Bantuan Hukum
(1) Pemberi jasa di Pos Bantuan Hukum adalah:
a. Advokat;
b. Sarjana Hukum; dan
c. Sarjana Syari’ah.
(2) Pemberi jasa di Pos Bantuan Hukum berasal dari organisasi bantuan hukum dari unsur Asosiasi Profesi Advokat, Perguruan Tinggi, dan LSM (Lembaga SwadayaMasyarakat) yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(3) Pemberi jasa di Pos Bantuan Hukum dapat diberi imbalan jasa oleh negara melalui DIPA Pengadilan Agama.
(4) Pemberi jasa yang akan bertugas di Pos Bantuan Hukum ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama melalui kerjasama kelembagaan dengan organisasi profesi advokat, organisasi bantuan hukum dari unsur Perguruan Tinggi, dan oganisasi bantuan hukum dari LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Pasal 19
Penerima Jasa Pos Bantuan Hukum
Yang berhak menerima jasa dari Pos Bantuan Hukum adalah orang yang tidak mampu
membayar jasa advokat terutama perempuan dan anak-anak serta penyandang disabilitas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik sebagai penggugat/permohon maupun tergugat/termohon.


Pasal 20
Syarat-Syarat Memperoleh Jasa Dari Pos Bantuan Hukum
Syarat untuk mengajukan permohonan pemberian jasa dari Pos Bantuan Hukum adalah
dengan melampirkan:
a. Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dikeluarkan oleh KepalaDesa/ Lurah/ Banjar/Nagari/Gampong; atau
b. Surat Keterangan Tunjangan Sosial lainnya seperti Kartu Keluarga Miskin(KKM), Kartu Jaminan kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), dan Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT); atau
c. Surat Pernyataan tidak mampu membayar jasa advokat yang dibuat dan ditandatangani oleh Pemohon Bantuan Hukum dan diketahui oleh Ketua Pengadilan Agama.

Pasal 21
Imbalan Jasa Bantuan Hukum
(1) Besarnya imbalan jasa didasarkan pada lamanya waktu yang digunakan oleh
pemberi jasa bantuan hukum dalam memberikan layanan, bukan pada jumlah
penerima jasa yang telah dilayani.
(2) Ketentuan besarnya imbalan jasa ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Agama sesuai
dengan ketentuan mengenai standar biaya yang berlaku.
(3) Panitera Sekretaris selaku Kuasa Pengguna Anggaran, berdasarkan ayat (2) di atas,
membuat Surat Keputusan bahwa imbalan jasa bantuan hukum tersebut
dibebankan kepada DIPA pengadilan dan selanjutnya menyerahkan Surat
Keputusan tersebut kepada Bendahara Pengeluaran sebagai dasar pembayaran.
(4) Bendahara pengeluaran membayar imbalan jasa bantuan hukum dengan
persetujuan Kuasa Pengguna Anggaran.

Pasal 22
Mekanisme Pemberian Jasa Pos Bantuan Hukum
(1) Pemohon jasa bantuan hukum mengajukan permohonan kepada Pos Bantuan
Hukum dengan mengisi formulir yang telah disediakan.
(2) Permohonan seperti pada ayat (1) dilampiri:
a. Fotocopy Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dengan memperlihatkan
aslinya; atau
b. Fotocopy Surat Keterangan Tunjangan Sosial lainnya dengan memperlihatkan
aslinya; atau
c. Surat Pernyataan tidak mampu membayar jasa advokat.
(3) Pemohon yang sudah mengisi formulir dan melampirkan SKTM dapat langsung
diberikan jasa layanan bantuan hukum berupa pemberian informasi, advis,
konsultasi dan pembuatan gugatan/permohonan.
Pasal 23
Mekanisme Pengawasan dan Pertanggung Jawaban
(1) Pengawasan Pos Bantuan Hukum dilakukan oleh Ketua Pengadilan bersama-sama
dengan organisasi penyedia jasa bantuan hukum.
(2) Ketua Pengadilan Agama bertanggung jawab dalam pelaksanaan pemberian
bantuan hukum.
(3) Panitera Pengadilan Agama membuat buku registrasi khusus untuk mengontrol
pelaksanaan pemberian bantuan hukum.
(4) Pemberi bantuan hukum wajib memberikan laporan tertulis kepada Ketua
Pengadilan Agama tentang telah diberikannya bantuan hukum dengan melampirkan
bukti-bukti sebagai berikut:
a. Formulir permohonan dan foto kopi Surat Keterangan Tidak Mampu atau
Surat Keterangan Tunjanngan Sosial lainnya, jika ada; dan
b. Pernyataan telah diberikannya bantuan hukum yang ditandatangani oleh pihak
pemberi dan penerima bantuan hukum.
(5) Kuasa Pengguna Anggaran menyimpan seluruh bukti pengeluaran anggaran sesuai
ketentuan.
(6) Bendahara pengeluaran melakukan pembukuan setiap transaksi keuangan untuk
penyelenggaraan Pos Bantuan Hukum sesuai ketentuan.
(7) Panitera/Sekretaris melaporkan pelaksanaan pos bantuan hukum melalui SMS
Gateway dan laporan lainnya sesuai ketentuan.

BAB V
TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN BANTUAN HUKUM
DALAM PERKARA JINAYAT
POS BANTUAN HUKUM

Pasal 24
Sarana dan Prasarana
Selain menyediakan ruangan untuk Pos Bantuan Hukum sebagaimana tercantum pada
pasal 16 pedoman ini, Mahkamah Syar’iyah juga menyediakan dan mengelola ruangan
untuk Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Ruang Tahanan.

Pasal 25
Jenis Jasa Hukum Dalam Pos Bantuan Hukum
(1) Jasa bantuan hukum yang dapat diberikan oleh Pos Bantuan Hukum kepada
Tersangka/Terdakwa berupa pemberian informasi, konsultasi dan advis serta
penyediaan Advokat Pendamping secara cuma-cuma untuk membela kepentingan
Tersangka/Terdakwa dalam hal Terdakwa tidak mampu membiayai sendiri
Penasihat Hukumnya.
(2) Bantuan penyediaan Advokat secara cuma-cuma hanya diberikan terhadap perkara
yang telah dlimpahkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) ke Mahkamah Syar’iyah.

Pasal 26
Pemberi Jasa di Pos Bantuan Hukum
(1) Pemberi Jasa di Pos Bantuan Hukum adalah:
a. Advokat;
b. Sarjana Hukum; dan
c. Sarjana Syari’ah.
(2) Pemberi jasa bantuan hukum berasal dari organisasi bantuan hukum dari unsur
Asosiasi Profesi Advokat, Perguruan Tinggi, dan LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat) yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM.
(3) Khusus untuk pendampingan Terdakwa di persidangan, pemberi jasa bantuan
hukum adalah Advokat.
(4) Pemberi Jasa Bantuan Hukum dapat diberi imbalan jasa oleh Negara melalui DIPA
Mahkamah Syar’iyah.
(5) Pemberi jasa yang akan bertugas di Pos Bantuan Hukum ditunjuk oleh Ketua
Mahkamah Syar’iyah melalui kerjasama kelembagaan dengan Organisasi Profesi
Advokat dan organsasi bantuan hukum dari unsur Perguruan Tinggi dan LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat) yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia.
Pasal 27
Penerima Jasa Bantuan Hukum
Yang berhak mendapatkan jasa dari Pos Bantuan Hukum adalah orang yang tidak
mampu membayar jasa advokat terutama perempuan dan anak-anak serta penyandang
disabilitas, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik sebagai Terdakwa
maupun Tersangka.
Pasal 28
Syarat-Syarat Memperoleh Jasa Dari Pos Bantuan Hukum
Syarat untuk mengajukan permohonan pemberian jasa dari Pos Bantuan Hukum adalah
dengan melampirkan:
a. Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dikeluarkan oleh Kepala
Desa/Lurah/Banjar/Nagari/Gampong; atau
b. Surat Keterangan Tunjangan Sosial lainnya seperti Kartu Keluarga Miskin (KKM),
Kartu Jaminan kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Kartu Program Keluarga
Harapan (PKH), dan Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT); atau
c. Surat Pernyataan tidak mampu membayar jasa advokat yang dibuat dan
ditandatangani oleh Pemohon bantuan hukum dan diketahui oleh Ketua Pengadilan
Mahkamah Syar’iyah.
Pasal 29
Imbalan Jasa Bantuan Hukum
(1) Besarnya imbalan jasa untuk pemberian informasi, konsultasi dan advis didasarkan
pada lamanya waktu yang digunakan oleh pemberi jasa bantuan hukum dalam
memberikan layanan, bukan pada jumlah penerima jasa yang telah dilayani.
(2) Besarnya imbalan jasa untuk pendampingan dalam persidangan didasarkan pada
jumlah perkara.
(3) Ketentuan besarnya imbalan jasa ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Syar’iyah sesuai
dengan ketentuan mengenai standar biaya yang berlaku.
(4) Panitera Sekretaris selaku Kuasa Pengguna Anggaran, berdasarkan ayat (3) di atas,
membuat Surat Keputusan bahwa imbalan jasa bantuan hukum tersebut
dibebankan kepada DIPA pengadilan dan selanjutnya menyerahkan Surat
Keputusan tersebut kepada Bendahara Pengeluaran sebagai dasar pembayaran.
(5) Bendahara pengeluaran membayar imbalan jasa bantuan hukum dengan persetujuan
Kuasa Pengguna Anggaran.
Pasal 30
Mekanisme Pemberian Jasa Bantuan Hukum
(1) Pemohon jasa bantuan hukum (Tersangka/Terdakwa) mengajukan permohonan
kepada Pos Bantuan Hukum dengan mengisi formulir yang telah disediakan.
(2) Permohonan seperti pada ayat (1) dilampiri:
a. Fotocopy Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dengan memperlihatkan
aslinya; atau
b. Fotocopy Surat Keterangan Tunjangan Sosial lainnya dengan memperlihatkan
aslinya; atau
c. Surat Pernyataan tidak mampu membayar jasa advokat.
(3) Pemohon jasa bantuan hukum yang sudah mengisi formulir dan melampirkan
SKTM dapat langsung diberikan jasa layanan bantuan hukum berupa pemberian
informasi, konsultasi dan advis.
(4) Pemohon jasa bantuan hukum yang memerlukan jasa pendampingan dalam
persidangan dapat diberikan bantuan pendampingan oleh seorang Advokat setelah
berkas perkaranya dilimpahkan oleh Jaksa Penuntut Umum ke Mahkamah
Syar’iyah.
(5) Ketua Mahkamah syar’iyah menunjuk advokat untuk mendampingi Terdakwa di
persidangan.

Pasal 31
Mekanisme Pengawasan dan Pertanggung Jawaban
(1) Pengawasan Pos bantuan Hukum dilakukan oleh Ketua Mahkamah Syar’iyah
bersama-sama dengan organisasi penyedia jasa bantuan hukum.
(2) Ketua Mahkamah Syar’iyah bertanggung jawab dalam pelaksanaan pemberian
bantuan hukum.
(3) Panitera Mahkamah Syar’iyah membuat buku registrasi khusus untuk mengontrol
pelaksanaan pemberian bantuan hukum.
(4) Pemberi bantuan hukum wajib memberikan laporan tertulis kepada Ketua
Mahkamah Syar’iyah tentang telah diberikannya bantuan hukum dengan
melampirkan bukti-bukti sebagai berikut :
a. Formulir permohonan dan fotocopy SKTM atau Surat Keterangan Tunjanngan
Sosial lainnya, jika ada; dan
b. Pernyataan telah diberikannya bantuan hukum yang ditandatangani oleh pihak
pemberi dan penerima bantuan hukum.
(5) Kuasa Pengguna Anggaran menyimpan seluruh bukti pengeluaran anggaran sesuai
ketentuan.
(6) Bendahara pengeluaran melakukan pembukuan setiap transaksi keuangan untuk
penyelenggaraan Pos Bantuan Hukum sesuai ketentuan.
(7) Panitera/Sekretaris melaporkan pelaksanaan pos bantuan hukum melalui SMS
Gateway dan laporan lainnya sesuai ketentuan.


Referensi
•    Undang-Undang Dasar 1945
•    Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009
•    Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009
•    Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar