PENDAHULUAN
Sebelum kita membahas tentang jenis alat bukti yang digunakan pada hukum
acara perdata, maka perlu dijelaskan terlebih dahulu mengenai pembuktian. Dalam
suatu proses perkara perdata, salah satu tugas hakim adalah untuk meyelidiki
ada atau tidak hubungan hukum yang menjadi dasar dari gugatan, hal ini yang
menentukan diterima atau ditolaknya suatu gugatan.
Hakim akan merima suatu gugatan apabila telah terbukti bahwa
terdapat hubungan hukum yang menjadi dasar dari gugatan tersebut.
Proses yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan hukum yang
menjadi dasar gugatan adalah acara pembuktian.
PEMBAHASAN
a. Pengertian
Pembuktian
Hakim akan merima suatu gugatan apabila
telah terbukti bahwa terdapat hubungan hukum yang menjadi dasar dari gugatan tersebut.
Proses yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan hukum yang
menjadi dasar gugatan adalah acara pembuktian.
Menurut R. Subekti yang dimaksud dengan
pembuktian adalah proses membuktikan dan meyakinkan hakim tentang
kebenaran dalil yang dikemukan oleh para pihak dalam suatu persengketaan
di muka persidangan[1]
Pembuktian
adalah suatu usaha atau upaya untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran
dalil-dalil yang dikemukakan oleh pihak-pihak berperkara di persidangan
pengadilan berdasarkan alat-alat bukti yang telah ditentukan di dalam peraturan
perundang-undangan[2]
Dalam suatu proses perdata, salah satu tugas hakim
adalah untuk menyelidiki apakah suatu hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan
benar-benar ada atau tidak. Adanya hubungan hukum inilah yang harus terbukti
apabila penggugat mengiginkan kemenangan dalam suatu perkara. Apabila penggugat
tidak berhasil membuktikan dalil-dalilnya yang menjadi dasar gugatannya, maka
gugatannya akan ditolak, sedangkan apabila berhasil, maka gugatannya akan
dikabulkan.[3]
b. Macam-Macam alat bukti
Menurut
undang-undang, ada 5 (lima) macam alat pembuktian yang sah, yaitu[4]
1. Surat-surat
2. Kesaksian
3. Persangkaan
4. Pengakuan
5. Sumpah
Berikut ini akan kami uraikan secara ringkas tentang
alat-alat bukti tersebut;
·
Surat-Surat[5]
Menurut
undang-undang, surat-surat dapat dibagi dalam surat-surat akte dan surat-surat
lain. Surat akte ialah suatu tulisan yang semata-mata dibuat untuk membuktikan
sesuatu hal atau peristiwa, karenanya suatu akte harus selalu ditandatangani.
Surat-surat akte dapat dibagi lagi
atas akte resmi (authentiek) dan surat-surat akte di bawah tangan
(onderhands).Suatu akte resmi (authentiek) ialah suatu akte yang dibuat oleh
atau dihadapan seorang pejabat umum yang menurut undang-undang ditugaskan untuk
membuat surat-surat akte tesebut. Pejabat umum yang dimaksud adalah notaris,
hakim, jurusita pada suatu pengadilan, Pegawai Pencatatan Sipil (Ambtenaar
Burgelijke Stand), dsb.
Menurut undang-undang suatu akte
resmi (authentiek) mempunyai suatu kekuatan pembuktian sempurna (volledig
bewijs), artinya apabila suatu pihak mengajukan suatu akte resmi, hakim harus
menerimanya dan menganggap apa yang dituliskan didalam akte itu,
sungguh-sungguh telah terjadi, sehingga hakim tidak boleh memerintahkan penambahan
pembuktian lagi.
·
Kesaksian[6]
Sesudah pembuktian dengan tulisan,
pembuktian dengan kesaksian merupakan cara pembuktian yang terpenting dalam
perkara yang sedang diperiksa didepan hakim.Suatu kesaksian, harus mengenai
peristiwa-peristiwa yang dilihat dengan mata sendiri atau yang dialami sendiri
oleh seorang saksi. Jadi tidak boleh saksi itu hanya mendengar saja tentang adanya
peristiwa dari orang lain.
Selanjutnya tidak boleh pula
keterangan saksi itu merupakan kesimpulan-kesimpulan yang ditariknya dari
peristiwa yang dilihat atau dialaminya, karena hakimlah yang berhak menarik
kesimpulan-kesimpulan itu.Kesaksian bukanlah suatu alat pembuktian yang
sempurna dan mengikat hakim, tetapi terserah pada hakim untuk menerimanya atau
tidak. Artinya, hakim leluasa untuk mempercayai atau tidak mempercayai
keterangan seorang saksi.
Seorang saksi yang sangat rapat
hubungan kekeluargaan dengan pihak yang berperkara, dapat ditolak oleh pihak
lawan, sedangkan saksi itu sendiri dapat meminta dibebaskan dari kewajibannya
untuk memberikan kesaksian.
·
Persangkaan[7]
Persangkan ialah suatu kesimpulan yang diambil dari
suatu peristiwa yang sudah terang dan nyata. Dari peristiwa yang terang dan
nyata ini ditarik kesimpulan bahwa suatu peristiwa lain yang dibuktikan juga
telah terjadi.Dalam pembuktian, ada dua macam persangkaan, ada persangkaan yang
ditetapkan oleh undang-undang sendiri (watterlijk vermoeden) dan persangkaan
yang ditetapkan oleh hakim (rechtelijk vermoeden).
Persangkaan yang ditetapkan oleh undang-undang (watterlijk
vermoeden), pada hakekatnya merupakan suatu pembebasan dari kewajiban
membuktikan suatu hal untuk keuntungan salah satu pihak yang berperkara.
Misalnya, adanya tiga kwitansi pembayaran sewa rumah yang berturut-turut.
Menurut UU menimbulkan suatu persangkaan, bahwa uang sewa untuk waktu yang
sebelumnya juga telah dibayar olehnya.
Persangkaan yang ditetapkan oleh hakim (rechtelijk
vermoeden), terdapat pada pemeriksaan suatu perkara dimana tidak terdapat
saksi-saksi yang dengan mata kepalanya sendiri telah melihat peristiwa itu.
·
Pengakuan
Sebenarnya pengakuan bukan suatu alat pembuktian,
karena jika suatu pihak mengakui sesuatu hal, maka pihak lawan dibebaskan untuk
membuktikan hak tersebut, sehingga tidak dapat dikatakan pihak lawan ini telah
membuktikan hal tersebut. Sebab pemeriksaan didepan hakim belum sampai pada
tingkat pembuktian.
Menurut undang-undang, suatu pengakuan di depan
hakim, merupakan suatu pembuktian yang sempurna tentang kebenaran hal atau
peristiwa yang diakui. Ini berarti, hakim terpaksa untuk menerima dan
menganggap, suatu peristiwa yang telah diakui memang benar-benar telah terjadi,
meskipun sebetulnya ia sendiri tidak percaya bahwa peristiwa itu
sungguh-sungguh telah terjadi.
·
Sumpah
Menurut
UU ada dua macam bentuk sumpah, yaitu sumpah yang ”menentukan” (decissoire eed)
dan ”tambahan” (supletoir eed).
Sumpah yang ”menentukan” (decissoire eed) adalah
sumpah yang diperintahkan oleh salah satu pihak yang berperkara kepada pihak
lawan dengan maksud untuk mengakhiri perkara yang sedang diperiksa oleh hakim.
Jika pihak lawan mengangkat sumpah yang perumusannya disusun sendiri oleh pihak
yang memerintahkan pengangkatan sumpah itu, ia akan dimenangkan, sebaliknya,
jika ia tidak berani dan menolak pengangkatan sumpah itu, ia akan dikalahkan.
Suatu sumpah tambahan, adalah suatu sumpah yang
diperintahkan oleh hakim pada salah satu pihak yang beperkara apabila hakim itu
barpendapat bahwa didalam suatu perkara sudah terdapat suatu ”permulaan
pembuktian”, yang perlu ditambah dengan penyumpahan, karena dipandang kurang
memuaskan untuk menjatuhkan putusan atas dasar bukti-bukti yang terdapat itu.
Hakim, leluasa apakah ia akan memerintahkan suatu sumpah tambahan atau tidak
dan apakah suatu hal sudah merupakan permulaan pembuktian.
c. Pengertian putusan dan macam-macam putusan
Putusan
adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan
oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan
perkara gugatan (kontentius).[8]
Ada berbagai jenis Putusan Hakim dalam pengadilan
sesuai dengan sudut pandang yang kita lihat. Dari segi fungsinya dalam
mengakhiri perkara putusan hakim adalah sebagai berikut[9] :
1. Putusan Akhir adalah putusan yang
mengakhiri pemeriksaan di persidangan, baik telah melalui semua tahapan
pemeriksaan maupun yang tidak/belum menempuh semua tahapan pemeriksaan
2. Putusan Sela adalah putusan yang
dijatuhkan masih dalam proses pemeriksaan perkara dengan tujuan untuk
memperlancar jalannya pemeriksaan. putusan sela tidak mengakhiri pemeriksaan,
tetaoi akan berpengaruh terhadap arah dan jalannya pemeriksaan
3. Putusan Serta Merta
Dari segi ketidak hadirnya para
pihak saat putusan hakim dijatuhkan :[10]
1. Putusan gugur adalah putusan yang
menyatakan bahwa gugatan/permohonan gugur karena penggugat/pemohon tidak pernah
hadir, meskipun telah dipanggil sedangkan tergugat hadir dan mohon putusan.Putusan
gugur dijatuhkan pada sidang pertama atau sesudahnya sebelum tahapan pembacaan
gugatan/permohonan
2. Putusan Verstek adalah putusan yang
dijatuhkan karena tergugat/termohon tidak pernah hadir meskipun telah dipanggil
secara resmi, sedang penggugat hadir dan mohon putusan.Verstek artinya tergugat
tidak hadir
3. Putusan kontradiktoir adalah putusan
akhir yang pada saat dijatuhkan/diucapkan dalam sidang tidak dihadiri salah
satu atau para pihakdalam pemeriksaan/putusan kontradiktoir disyaratkan bahwa
baik penggugat maupun tergugat pernah hadir dalam siding. Terhadap putusan kontradiktoir dapat dimintakan banding.
Jika
dilihat dari isinya terhadap gugatan/perkara, putusan hakim dibagi sebagai
berikut[11]:
1.
Putusan tidak menerima yaitu
putusan yang menyatakan bahwa hakim tidak menerima gugatan penggugat/permohonan
pemohon atau dengan kata lain gugatan penggugat/pemohonan pemohon tidak
diterima karena gugatan/permohonan tidak memenuhi syarat hukum baik secara
formail maupun materiil
2.
Putusan menolak gugatan penggugat
yaitu putusan akhir yang dijatuhkan setelah menempuh semua tahap pemeriksaan
dimana ternyata dalil-dalil gugat tidak terbukti
3.
Putusan mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian
dan menolak/tidak menerima selebihnya. Putusan ini merupakan putusan akhir
4.
Putusan mengabulkan gugatan penggugat
seluruhnya.Putusan ini dijatuhkan apabila syarat-syarat gugat telah terpenuhi
dan seluruh dalil-dalil tergugat yang mendukung petitum ternyata terbukti
Dari Segi sifatnya terhadap akibat hukum yang ditimbulkan[12] :
1. Putusan
Diklatoir yaitu putusan yang hanya menyatakan suatu keadaan tertentu sebagai
keadaan yang resmi menurut hukum
2.Putusan
Konstitutif Yaitu suatu putusan yang menciptakan/menimbulkan keadaan hukum
baru, berbeda dengan keadaan hukum sebelumnya. Putusan konstitutif selalu
berkenaan dengan status hukum seseorang atau
hubungan keperdataan satu sama lain
3.
Putusan
Kondemnatoir Yaitu putusan yang bersifat menghukum kepada salah satu pihak
untuk melakukan sesuatu, atau menyerahkan sesuatu kepada pihak lawan, untuk
memenuhi prestasi
d. Susunan
dan Isi Putusan
Suatu
putusan hakim terdiri dari 4 bagian, yaitu
1)
kepala putusan;
2)
dentitas para pihak
3)
Pertimbangan
4)
Amar putusan atau diktun putusan
KESIMPULAN
Pembuktian adalah suatu usaha atau upaya untuk meyakinkan
hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan oleh pihak-pihak
berperkara di persidangan pengadilan berdasarkan alat-alat bukti yang telah
ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan
Macam-macam alat
bukti adalah
1. Surat-surat
2. Kesaksian
3. Persangkaan
4. Pengakuan
5. Sumpah
Putusan
adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan
oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan
perkara gugatan (kontentius).
PENUTUP
Sekian makalah ini kami sampaikna semoga
dapat memberika kita tambahan pengetahuan terutama yang berkaitan dengan
permasalahan pembuktian dan juga putusan hakim dalam pengadilan agama.
DAFTAR PUSTAKA
·
Subekti, Hukum Pembuktian,
·
Victor M. Situmorang dan Cormentya Sitanggung, Grosse
Akta dalam Pembuktian dan Eksekusi,
·
Retnowulan S dan Iskandar O, Hukum Acara Perdata
Dalam Teori Dan Praktek, (Bandung: C.V . Mandar Maju, 2005), Cet. X,
·
KUH Perdata
·
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata
·
Ahmadi Andianto, Putusan Hakim dan Eksekusi
[1] Subekti, Hukum Pembuktian, h. 1
[2] Victor M. Situmorang dan Cormentya Sitanggung, Grosse
Akta dalam Pembuktian dan Eksekusi, h. 86
[3] Retnowulan S dan Iskandar O, Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan
Praktek, (Bandung: C.V . Mandar Maju, 2005), Cet. X, Hal. 59
[4] Pasal 164 HIR, 284 Rbg, 1866 BW
[5] Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata 178-180
[6] Ibid hal 180-181
[7] Ibid hal 181-182
[8] Ahmadi
Andianto, Putusan Hakim dan Eksekusi hal 1
9. Ibid hal 3-5
[10] Ibid hal 6-8
[11] Ibid hal 9-11
[12] Ibid hal 12-13