Rabu, 26 Oktober 2011

PRINSIP DASAR ASURANSI SYARIAH DAN MANAJEMEN RISIKO DALAM ASURANSI


A.  Dasar-Dasar Syar’i Asuransi Syariah
Perintah Allah SWT Untuk Mempersiapkan Hari Depan. Allah SWT berfirman QS. An-Nisa/ 04 : 09 :
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا
"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar."
Ayat ini menggambarkan kepada kita tentang pentingnya planning atau perencanaan yang matang dalam mempersiapkan hari depan. Nabi Yusuf as, dicontohkan dalam Al-Qur’an membuat sistem proteksi menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan (QS. Yusuf/ 12 : 43 – 49)
2) Bahwa berasuransi tidak berarti menolak takdir atau menghilangkan ketawakalan kepada Allah SWT, karena :
  • Karena segala sesuatunya terjadi setelah berpikir dengan baik, bekerja dengan penuh kesungguhan, teliti dan cermat.
  • Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, semuanya ditentukan oleh Allah SWT. Adapun manusia hanya diminta untuk berusaha semaksimal mungkin.
Allah SWT berfirman QS. Attaghabun/ 64 : 11
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللَّهِ

"Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah."

Jadi pada dasarnya Islam mengakui bahwa kecelakaan, musibah dan kematian merupakan qodho dan qodar Allah yang tidak dapat ditolak. Hanya kita diminta untuk membuat perencanaan hari depan (QS. A-Hasyr/ 59 : 18):
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

B. Pengertian Takaful Dalam Muamalah (
التعريف بالتكافل في المعاملات الإسلامية)
Saling memikul resiko diantara sesama muslim sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling tolong menolong dalam kebaikan dengan cara, setiap orang mengeluarkan dana kebajikan (baca; tabarru') yang ditujukan untuk menanggung resiko tersebut.
Takaful dengan pengertian seperti ini sesuai dengan firman Allah SWT QS. Al-Maidah/ 5 : 2 :
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Prinsip Bertakaful Sebagaimana Digambarkan Hadits (نظام التكافل كما بينه الحديث الشريف)
Dalam sebuah riwayat digambarkan:

عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى (رواه مسلم)
"Dari Nu'man bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda, 'Perumpamaan persaudaraan kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang diantara mereka adalah seumpama satu tubuh. Bilamana salah satu bagian tubuh merasakan sakit, maka akan dirasakan oleh bagian tubuh yang lainnya, seperti ketika tidak bisa tidur atau ketika demam." (HR. Muslim)
Hadits ini menggambarkan tentang adanya saling tolong menolong dalam masyarakat Islami. Dimana digambarkan keadaannya seperti satu tubuh; jika ada satu anggota masyarakat yang sakit, maka yang lain ikut merasakannya. Minimal dengan menjenguknya, atau bahkan memberikan bantuan. Dan terkadang bantuan yang diterima, jumlahnya melebihi 'biaya' yang dikeluarkan untuk pengobatan. Sehingga terjadilah 'surplus', yang minimal dapat mengurangi 'beban' penderitaan orang yang terkena musibah. Hadits ini menjadi dasar filosofi tegaknya sistem Asuransi Syariah.

C. Takaful sebagai Asuransi Islam
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa asuransi adalah termasuk akad yang mengandung unsur gharar (ketidakpastian) dan maysir (perjudian) karena masing-masing dari kedua belah pihak yang bertransaksi tidak mengetahui (pada saat mereka melakukan akad) ukuran atau nilai yang akan mereka berikan atau yang akan mereka peroleh secara pasti. Bisa jadi insured baru membayar premi satu kali kemudian terjadi kecelakaan maka dengan demikian ia berhak mendapatkan imbalan dari pihak insurer sesuai dengan kontrak, dan bisa jadi pula insured membayar semua premi tapi tidak mendapat imbalan materi apapun karena tidak terjadi kecelakaan.
Oleh karena itu Islam sebagai agama yang lengkap dan rahmatan lil-‘alamin menawarkan konsep asuransi Islam yang adil bagi kedua-dua pihak yaitu dengan menerapkan konsep takaful. Istilah yang pada mulanya digunakan adalah al-ta’min,[1] akan tetapi kemudian yang lebih populer adalah kata takaful. Kata dasar dari takaful ialah kafala yang berarti menjamin, menjaga atau memelihara.[2] Sedangkan takaful (bentuk masdar) berasal dari kata kerja takafala yang berarti saling menjamin, saling menjaga dan saling memelihara (dengan tujuan meringankan beban), guaranteeing each other.[3] Tujuan penggunaan istilah takaful adalah untuk memberikan signikansi bahwa kontrak asuransi dalam takaful berdasarkan atau menerapkan elemen-elemen keislaman.[4]
Pada dasarnya, secara substansial takaful mempunyai persamaan tujuan dengan asuransi konvensional yaitu merupakan instrumen untuk membantu golongan yang tidak bernasib baik kerana ditimpa musibah.[5] Dengan kata lain, takaful maupun asuransi konvensional bertujuan untuk saling membantu untuk memikul musibah yang mungkin akan menimpa sebagian mereka atau meringankan kerugian sebagian anggota. Asuransi konvensional merupakan suatu cara modern untuk memindahkan risiko yang mungkin terjadi dari insured kepada insurer dengan mekanisme transaksi yang tertentu, sedangkan takaful juga merupakan cara modern untuk saling membantu berdasarkan Syariah dengan menerapkan konsep saling membantu (takaful) untuk memikul musibah yang mungkin akan menimpa sebagian dari anggota yang menyertai takaful atau meringankan kerugian sebagian anggota.[6]
Walaupun secara substansial takaful dan asuransi konvensional mempunyai persamaan tujuan, akan tetapi terdapat perbedaan fundamental yang menjadikan asuransi konvensional bertentangan dengan Syariah (dilarang) dan takaful sesuai Syariah (dibolehkan), yaitu karena transaksi dalam asuransi konvensional terdapat unsur-unsur yang bertentangan dengan Syari‘ah, yaitu adanya unsur riba, gharar, dan maysir, sehingga menjadikan asuransi konvensional bertentangan dengan Syari‘ah.[7] Sedangkan asuransi Islam yang berasaskan takaful menawarkan konsep asuransi yang bebas dari unsur-unsur terlarang tersebut.[8] 
Takaful merupakan sistem asuransi Islam yang berasaskan prinsip muamalah Islam. Konsep, instrumen dan mekanisme yang diterapkan dalam takaful berbeda dengan asuransi konvensional. Konsep takaful bisa menggambarkan suatu mekanisme asuransi yang berasaskan pada hubungan persaudaraan, rasa saling tangung jawab dan saling bekerjasama di kalangan peserta takaful. Konsep dasar yang digunakan adalah asas saling menjamin antar peserta yang mengikuti takaful.[9] Jadi, takaful ini berbeda dengan asuransi konvensional yang berasaskan pemindahan resiko kepada pihak lain. Resiko dalam takaful bukan dipindahkan kepada pihak lain, tetapi ditanggung bersama di antara kalangan peserta yang mengikuti takaful. Oleh karena itu semua peserta dikenakan iuran sumbangan takaful yang disebut tabarru‘ yang merupakan sumbangan khairat (kebajikan). Untuk memudahkan memanaj dana tabarru‘ itu maka perlulah dibentuk perusahaan takaful yang mengendalikan dana tabarru‘ itu secara profesional. Jika terjadi kecelakaan atau kerugian yang menimpa salah satu peserta takaful, setiap peserta bersetuju untuk membantu peserta yang mengalami musibah itu.[10] Untuk lebih jelasnya, konsep dasar takaful dapat dilihat dalam skema berikut:




 












Sumber: Hendon Redzuan et al., (2005: 526)

Dalam skema di atas, jelaslah bahwa pihak manajemen takaful bukanlah pemilik dana, tetapi mereka berperan sebagai pemegang amanah dari para peserta untuk mengurus dana takaful itu sesuai dengan syariat Islam. Dana takaful tersebut digunakan untuk membayar peserta yang terkena musibah, investasi, dan juga biaya operasional. Oleh karena itu, falsafah yang mendasari takaful adalah keikhlasan. Dengan mekanisme ini, takaful dapat terbebas dari unsur gharar dan maysir (perjudian).

D. Tiga Prinsip Tegaknya Sistem Takaful
Takaful Tegak Di Atas Tiga Prinsip :
1) Saling Bertanggung Jawab.
Banyak hadits yang mengajarkan bahwa hubungan kaum muslimin dalam rasa cinta dan kasih sayang satu sama lain adalah ibarat satu badan, yang apabila salah satu anggota badannya sakit, maka yang lain juga akan merasakannya.
2) Saling Bekerja Sama Dan Saling Membantu
Allah SWT memerintahkan agar dalam kehidupan bermasyarakat ditegakkan nilai tolong menolong dalam kebajikan dan ketakwaan. Anugerah harta yang Allah berikan, hendaknya digunakan untuk meringankan beban penderitaan yang lainnya.
3) Saling Melindungi Dari Berbagai Kesusahan
Hadits nabi mengajarkan bahwa tidak beriman seseorang yang dapat tidur nyenyak dengan perut kenyang, sementara tetangganya tidak dapat tidur lantaran kemiskinan.

Dalil-Dalil Tentang Tiga Prinsip Tegaknya Takaful
1. Saling Bertanggung Jawab
Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى (رواه مسلم
"Dari Nu'man bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda, 'Perumpamaan persaudaraan kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang diantara mereka adalah seumpama satu tubuh. Bilamana salah satu bagian tubuh merasakan sakit, maka akan dirasakan oleh bagian tubuh yang lainnya, seperti ketika tidak bisa tidur atau ketika demam." (HR. Muslim)
Dalam hadits lain diriwayatkan :

عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ (رواه البخاري

"Dari Abu Musa ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, 'Seorang mu'min dengan mu'min lainnya (dalam satu masyarakat) adalah seumpama satu bangunan, dimana satu dengan yang lainnya saling mengukuhkan." (HR. Bukhari).

2. Saling Bekerja Sama Dan Saling Membantu
Dalam sebuah hadits diriwiayatkan :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ (رواه البخاري)

"Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, 'Barangsiapa yang melapangkan kesempitan seorang muÂ’min berupa kesempitan dalam kehidupan dunia, maka Allah akan melapangkannya pada kesempitan di hari kiamat. Dan barang siapa yang memudahkan kesulitan seorang mu'min, maka Allah akan melapangkan urusannya di dunia dan akhirat. Dan barang siapa yang menutupi aib saudaranya orang yang beriman, maka Allah pun akan menutupi aib dirinya di dunia dan di akhirat. Dan Allah akan selalu menolong hamba-Nya, jika hamba-Nya senantiasa menolong saudaranya." (HR. Bukhari)

3. Saling Melindungi Dari Berbagai Kesusahan
Dalam sebuah hadits, diriwayatkan :
عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا آمَنَ بِيْ مَنْ بَاتَ شَبْعَانًا وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلىَ جَنْبِهِ وَهُوَ يَعْلَمُ بِهِ (رواه الطبراني

"Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, 'Tidaklah beriman kepadaku seseorang yang tidur pada malam hari dengan keadaan perut kenyang sementara tetangganya kelaparan di sebelahnya dan dia mengetahui hal tersebut." (HR. Thabrani).
Dalam hadits lain diriwayatkan :
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لاَ يَهْتَمْ بِأَمْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مِنْهُمْ (رواه الطبراني

"Dari Hudzaifah bin Al-Yaman ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, Barang siapa yang tidak peduli dengan urusan kaum muslimin, maka ia bukan termasuk golongan mereka." (HR. Thabrani).
Peranan Iman Dalam Tegaknya Prinsip Takaful
Tiga Prinsip Takaful di Atas, tidak mungkin terjabarkan atau terealisasikan dalam kehidupan nyata, jika tidak dilandasi dengan kemantapan Iman dan Taqwa kepada Allah SWT.

Niat ikhlas untuk membantu sesama manusia yang mengalami penderintaan karena musibah, atau meringankan mereka dari berbagai resiko yang mengalami musibah, merupakan landasan awal dalam prinsip takaful.
Dalam Al-QurÂ’an Allah SWT mengingatkan kaum muslimin :
وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
"Dan (Allahlah) yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Al-Anfal/ 8 : 63).

E. Langkah-Langkah Mengantisipasi Risiko

Risiko adalah segala hal yang bisa terjadi pada diri manusia yang tidak diinginkan untuk terjadi. Setiap manusia memiliki risiko atas apa pun yang dia lakukan. Selain itu, hidup manusia sendiri juga mengandung banyak risiko. Ada beberapa risiko yang bisa dihindari, dan ada beberapa risiko yang tidak bisa dihindari. Contoh dari risiko yang bisa dihindari adalah risiko kecelakaan atau risiko kecurian. Sedangkan contoh dari risiko yang tidak bisa dihindari adalah risiko kematian.
Efek dari risiko sering kali menimbulkan kerugian yang cukup besar. Entah kerugian dari sisi psikologis, maupun kerugian dari sisi keuangan. Kalau rumah Anda mengalami musibah kebakaran, maka Anda akan mengalami kerugian keuangan yang besarnya setara dengan nilai rumah Anda pada saat kebakaran itu terjadi. Karena itu, penting sekali bagi Anda untuk mengantisipasi setiap risiko yang mungkin terjadi pada diri Anda.
Kerugian keuangan bisa terjadi bila Anda mengalami kematian, kecelakaan, sakit, atau bila barang milik Anda hilang atau rusak. Kadang-kadang, kerugian keuangan juga bisa terjadi bila Anda mengalami tuntutan hukum dari pihak ketiga, semisal saat Anda menabrak orang lain hingga terluka dan Anda diharuskan untuk mengganti semua biaya pengobatannya. Sekarang, pilihan-pilihan apa saja yang tersedia bagi Anda untuk mengantisipasi risiko? Kita anggap saja Anda diharuskan oleh bos Anda (atau siapa saja) untuk membawa sebuah paket dengan memakai kendaraan, dari kota A ke kota B. Namun demikian, keadaan jalanan yang ramai membuat Anda terancam mengalami risiko kecelakaan. Karena itu, ada sejumlah pilihan bagi Anda untuk mengantisipasi risiko tersebut:
  1. Menghindari Rrisiko. Anda bisa menghindar dari risiko kecelakaan tersebut. Caranya, jangan menyetir. Tetapi konsekuensinya, paket Anda tidak akan terkirim.
  2. Menghadapi Risiko. Anda bisa menyetir dan membawa paket tersebut seperti biasa tanpa perlu berhati-hati, dan Anda menerima konsekuensinya apabila risiko kecelakaan tersebut benar terjadi.
  3. Mengurangi Risiko. Anda menyetir dan membawa paket tersebut, tetapi berhati-hati dalam menyetir. Dengan demikian, risiko kecelakaan dapat dikurangi.
  4. Membagi Risiko. Paket yang harus Anda bawa dibagi dua dengan teman Anda. Dia membawa sebagian paket tersebut dalam kendaraan yang berbeda, begitu juga Anda.
  5. Transfer Risiko. Anda minta kepada teman Anda yang membawakan seluruh paket tersebut.
Setelah Anda mengetahui pilihan-pilihan apa saja yang tersedia bagi Anda untuk mengantisipasi risiko, maka langkah Anda selanjutnya adalah dengan menulis risiko-risiko apa saja yang mungkin terjadi pada Anda, serta pilihan apa yang akan Anda gunakan untuk mengantisipasinya. Di bawah ini adalah langkah-langkahnya:
  1. Kenali risiko Anda
  2. Evaluasi akibatnya apabila risiko itu terjadi.
  3. Ambil keputusan tentang pilihan apa yang akan Anda gunakan untuk mengantisipasi risiko tersebut
F. Manajemen Operasional Asuransi
Kenneth Huggins (1992), Operations of Life and Health Insurance, membagi 9 divisi yaitu:
Ø   Marketing
Ø   Aktuaria (studi statistik dan finansial jangka panjang melalui prinsip yg diterapkan dlm hukum bilangan besar /pengalaman masa lalu dijadikan perkiraan masa depan)
Ø  Underwriting: proses penaksiran dan pengolongan tingkat risiko yg terdapat pd calon tertanggung.
Ø  Customer service >> kepuasan pelanggan
Ø   Administrasi klaim >> hrs dpt meyakinkan bhw benefit dibayarkan segera dan kpd pihak yang berhak
Ø   Investasi >> aman dan menguntungkan
Ø   Akuntansi: sistem pengumpulan, penganalisaan dan meringkaskan data keuangan >> keputusan bisnis yg tepat
Ø   Hukum
Ø  SDM





[1] Istilah ini digunakan pada abad 20-an untuk asuransi Islam. Lihat Joni Tamkin bin Borhan dan Che Zarrina Binti Sa’ari (2003), “The Principle of Takaful (Collective Responsibility) in Islam and Its Practice in the Operation of Syarikat Takaful Malaysia Berhad”, dalam Jurnal Usuluddin, No. 17, 2003, Kuala Lumpur: Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya, h. 40. Untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut tentang akad al-ta’min ini dan hal-hal yang berkait dengannya, lihat ‘Abd al-Haq Humaisy dan al-Husein Syawat (2001), Fiqh al-‘Uqud al-Maliyyah. ‘Amman (Jordan): Dar al-Bayariq, hh. 124-138.
[2] Ibrahim Anis et al. (t.t.), al-Mu‘jam al-Wasit, juz. 2. Kairo: T.P., h. 793.
[3] Mohd. Ma’sum Billah (2003a), Islamic and Modern Insurance, Principles and Practices. Petaling Jaya: Ilmiah Publishers, h. 19; Idem (2003c), Shari’ah Standard of Quantum of Damages in Insurance. Petaling Jaya: Ilmiah Publishers, h. 23.  
[4] Saiful Azhar Rosly (2005), Critical Issues on Islamic Banking and Financial Markets. Kuala Lumpur: Dinamas Publishing, h. 487.
[5] Afzalur Rahman (1979), Economics Doctrines of Islam, Banking and Insurance, Vol. 4. London: The Muslim Schools Trust London, h. 78.
[6] Joni Tamkin bin Borhan dan Che Zarrina Binti Sa’ari (2003), op.cit., h. 34.
[7] Mohd. Ma’sum Billah (2003b), Islamic Insurance (Takaful). Petaling Jaya: Ilmiah Publishers, h. 1; Muhammad Nejatullah Siddiqi (1981), Muslim Economic Thinking, A Survey of Contemporary Literature. Leicester: The Islamic Foundation, h. 27; Mohammad Muslehudin (1978), Insurance and Islamic Law. Lahore: Islamic Publication Limited, Diterjemahkan oleh Izuddin Hj. Mohamed (1989), Insuran dan Hukum Islam. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, h. 117; Joni Tamkin bin Borhan dan Che Zarrina Binti Sa’ari (2003), op.cit., h. 41; Chaudhry Mohamad Sadiq (1995), “Islamic Insurance (Takafol): Concept and Practice” dalam Encyclopaedia of Islamic Banking and Insurance. London: Institute of Islamic Banking and Insurance, h. 198; Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes (1998), Islamic Law and Finance. The Hague: Kluwer Law International, h. 150.
[8] Nik Norzrul Thani et al. (2003), Law and Practice of Islamic Banking and Finance. Petaling Jaya: Sweet and Maxweel Asia, h. 153; Joni Tamkin bin Borhan dan Che Zarrina Binti Sa’ari (2003), op.cit., h. 4.
[9] Chaudhry Mohamad Sadiq (1995), op.cit., h. 198; Mohd Fadzli Yusof (1996), Takaful: Sistem Insurans Islam. Kuala Lumpur: Utusan Publications & Distributors Sdn Bhd, hh. 11-13; Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes (1998), op.cit., hh. 151-152.
[10] Joni Tamkin bin Borhan (2002), “The Framework and Practice of Islamic Insurance in Malaysia”, dalam AL-JAMI‘AH Journal of Islamic Studies, Vol. 40, No. 1, Januari-Juni 2002, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, hh. 64-65.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar