A. Dasar-Dasar Syar’i
Asuransi Syariah
Perintah Allah SWT Untuk Mempersiapkan Hari
Depan. Allah SWT berfirman QS. An-Nisa/ 04 : 09 :
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا
"Dan hendaklah takut
kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka
anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.
Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar."
Ayat ini menggambarkan kepada
kita tentang pentingnya planning atau perencanaan yang matang dalam
mempersiapkan hari depan. Nabi Yusuf as, dicontohkan dalam Al-QurÂ’an membuat
sistem proteksi menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan (QS. Yusuf/ 12
: 43 – 49)
2) Bahwa
berasuransi tidak berarti menolak takdir atau menghilangkan ketawakalan kepada
Allah SWT, karena :
- Karena segala sesuatunya terjadi setelah berpikir dengan baik, bekerja dengan penuh kesungguhan, teliti dan cermat.
- Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, semuanya ditentukan oleh Allah SWT. Adapun manusia hanya diminta untuk berusaha semaksimal mungkin.
Allah SWT berfirman QS. Attaghabun/ 64 : 11
مَا أَصَابَ
مِنْ مُصِيبَةٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللَّهِ
"Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang
kecuali dengan izin Allah."
Jadi pada dasarnya Islam
mengakui bahwa kecelakaan, musibah dan kematian merupakan qodho dan qodar Allah
yang tidak dapat ditolak. Hanya kita diminta untuk membuat perencanaan hari
depan (QS. A-Hasyr/ 59 : 18):
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا
قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ
اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا
تَعْمَلُونَ
"Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa
yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
B. Pengertian Takaful Dalam Muamalah (التعريف بالتكافل في المعاملات الإسلامية)
B. Pengertian Takaful Dalam Muamalah (التعريف بالتكافل في المعاملات الإسلامية)
Saling memikul resiko
diantara sesama muslim sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi
penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas
dasar saling tolong menolong dalam kebaikan dengan cara, setiap orang
mengeluarkan dana kebajikan (baca; tabarru') yang ditujukan untuk
menanggung resiko tersebut.
Takaful dengan pengertian
seperti ini sesuai dengan firman Allah SWT QS. Al-Maidah/ 5 : 2 :
وَتَعَاوَنُوا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Prinsip Bertakaful Sebagaimana Digambarkan Hadits (نظام التكافل كما
بينه الحديث الشريف)
Dalam sebuah riwayat digambarkan:
عَنْ النُّعْمَانِ
بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ
الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ
بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى (رواه مسلم)
"Dari Nu'man bin
Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda, 'Perumpamaan persaudaraan kaum muslimin
dalam cinta dan kasih sayang diantara mereka adalah seumpama satu tubuh.
Bilamana salah satu bagian tubuh merasakan sakit, maka akan dirasakan oleh
bagian tubuh yang lainnya, seperti ketika tidak bisa tidur atau ketika
demam." (HR. Muslim)
Hadits ini menggambarkan tentang adanya saling tolong menolong dalam
masyarakat Islami. Dimana digambarkan keadaannya seperti satu tubuh; jika ada satu anggota
masyarakat yang sakit, maka yang lain ikut merasakannya. Minimal dengan
menjenguknya, atau bahkan memberikan bantuan. Dan terkadang bantuan yang
diterima, jumlahnya melebihi 'biaya' yang dikeluarkan untuk pengobatan.
Sehingga terjadilah 'surplus', yang minimal dapat mengurangi 'beban'
penderitaan orang yang terkena musibah. Hadits ini menjadi dasar filosofi
tegaknya sistem Asuransi Syariah.
C. Takaful sebagai
Asuransi Islam
Dari
penjelasan di atas dapat diketahui bahwa asuransi adalah termasuk akad yang
mengandung unsur gharar (ketidakpastian) dan maysir (perjudian)
karena masing-masing dari kedua belah pihak yang bertransaksi tidak mengetahui
(pada saat mereka melakukan akad) ukuran atau nilai yang akan mereka berikan
atau yang akan mereka peroleh secara pasti. Bisa jadi insured baru
membayar premi satu kali kemudian terjadi kecelakaan maka dengan demikian ia
berhak mendapatkan imbalan dari pihak insurer sesuai dengan kontrak, dan
bisa jadi pula insured membayar semua premi tapi tidak mendapat imbalan
materi apapun karena tidak terjadi kecelakaan.
Oleh karena
itu Islam sebagai agama yang lengkap dan rahmatan lil-‘alamin menawarkan
konsep asuransi Islam yang adil bagi kedua-dua pihak yaitu dengan menerapkan
konsep takaful. Istilah yang pada mulanya digunakan adalah al-ta’min,[1] akan
tetapi kemudian yang lebih populer adalah kata takaful. Kata dasar dari takaful
ialah kafala yang berarti menjamin, menjaga atau memelihara.[2]
Sedangkan takaful (bentuk masdar) berasal dari kata kerja takafala
yang berarti saling menjamin, saling menjaga dan saling memelihara (dengan
tujuan meringankan beban), guaranteeing each other.[3] Tujuan
penggunaan istilah takaful adalah untuk memberikan signikansi bahwa kontrak
asuransi dalam takaful berdasarkan atau menerapkan elemen-elemen keislaman.[4]
Pada dasarnya,
secara substansial takaful mempunyai persamaan tujuan dengan asuransi
konvensional yaitu merupakan instrumen untuk membantu golongan yang tidak
bernasib baik kerana ditimpa musibah.[5] Dengan
kata lain, takaful maupun asuransi konvensional bertujuan untuk saling membantu
untuk memikul musibah yang mungkin akan menimpa sebagian mereka atau
meringankan kerugian sebagian anggota. Asuransi konvensional merupakan suatu
cara modern untuk memindahkan risiko yang mungkin terjadi dari insured
kepada insurer dengan mekanisme transaksi yang tertentu, sedangkan
takaful juga merupakan cara modern untuk saling membantu berdasarkan Syariah
dengan menerapkan konsep saling membantu (takaful) untuk memikul musibah
yang mungkin akan menimpa sebagian dari anggota yang menyertai takaful atau
meringankan kerugian sebagian anggota.[6]
Walaupun
secara substansial takaful dan asuransi konvensional mempunyai persamaan
tujuan, akan tetapi terdapat perbedaan fundamental yang menjadikan asuransi
konvensional bertentangan dengan Syariah (dilarang) dan takaful sesuai Syariah
(dibolehkan), yaitu karena transaksi dalam asuransi konvensional terdapat
unsur-unsur yang bertentangan dengan Syari‘ah, yaitu adanya unsur riba, gharar,
dan maysir, sehingga menjadikan asuransi konvensional bertentangan dengan
Syari‘ah.[7]
Sedangkan asuransi Islam yang berasaskan takaful menawarkan konsep asuransi yang
bebas dari unsur-unsur terlarang tersebut.[8]
Takaful
merupakan sistem asuransi Islam yang berasaskan prinsip muamalah Islam. Konsep,
instrumen dan mekanisme yang diterapkan dalam takaful berbeda dengan asuransi
konvensional. Konsep takaful bisa menggambarkan suatu mekanisme asuransi yang
berasaskan pada hubungan persaudaraan, rasa saling tangung jawab dan saling
bekerjasama di kalangan peserta takaful. Konsep dasar yang digunakan adalah
asas saling menjamin antar peserta yang mengikuti takaful.[9] Jadi,
takaful ini berbeda dengan asuransi konvensional yang berasaskan pemindahan
resiko kepada pihak lain. Resiko dalam takaful bukan dipindahkan kepada pihak
lain, tetapi ditanggung bersama di antara kalangan peserta yang mengikuti
takaful. Oleh karena itu semua peserta dikenakan iuran sumbangan takaful yang
disebut tabarru‘ yang merupakan sumbangan khairat (kebajikan). Untuk
memudahkan memanaj dana tabarru‘ itu maka perlulah dibentuk perusahaan
takaful yang mengendalikan dana tabarru‘ itu secara profesional. Jika
terjadi kecelakaan atau kerugian yang menimpa salah satu peserta takaful,
setiap peserta bersetuju untuk membantu peserta yang mengalami musibah itu.[10] Untuk
lebih jelasnya, konsep dasar takaful dapat dilihat dalam skema berikut:
Sumber: Hendon Redzuan et
al., (2005: 526)
Dalam skema di atas, jelaslah
bahwa pihak manajemen takaful bukanlah pemilik dana, tetapi mereka berperan
sebagai pemegang amanah dari para peserta untuk mengurus dana takaful itu
sesuai dengan syariat Islam. Dana takaful tersebut digunakan untuk membayar peserta
yang terkena musibah, investasi, dan juga biaya operasional. Oleh karena itu,
falsafah yang mendasari takaful adalah keikhlasan. Dengan mekanisme ini,
takaful dapat terbebas dari unsur gharar dan maysir (perjudian).
D. Tiga Prinsip Tegaknya Sistem
Takaful
Takaful Tegak Di Atas Tiga
Prinsip :
1) Saling Bertanggung Jawab.
Banyak hadits
yang mengajarkan bahwa hubungan kaum muslimin dalam rasa cinta dan kasih sayang
satu sama lain adalah ibarat satu badan, yang apabila salah satu anggota
badannya sakit, maka yang lain juga akan merasakannya.
2) Saling Bekerja Sama Dan Saling
Membantu
Allah SWT
memerintahkan agar dalam kehidupan bermasyarakat ditegakkan nilai tolong
menolong dalam kebajikan dan ketakwaan. Anugerah harta yang Allah berikan,
hendaknya digunakan untuk meringankan beban penderitaan yang lainnya.
3) Saling Melindungi Dari Berbagai
Kesusahan
Hadits nabi
mengajarkan bahwa tidak beriman seseorang yang dapat tidur nyenyak dengan perut
kenyang, sementara tetangganya tidak dapat tidur lantaran kemiskinan.
Dalil-Dalil Tentang Tiga Prinsip
Tegaknya Takaful
1. Saling Bertanggung Jawab
Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ النُّعْمَانِ
بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ
الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ
بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى (رواه مسلم
"Dari Nu'man bin
Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda, 'Perumpamaan persaudaraan kaum muslimin
dalam cinta dan kasih sayang diantara mereka adalah seumpama satu tubuh.
Bilamana salah satu bagian tubuh merasakan sakit, maka akan dirasakan oleh
bagian tubuh yang lainnya, seperti ketika tidak bisa tidur atau ketika
demam." (HR. Muslim)
Dalam hadits lain diriwayatkan :
عَنْ أَبِي مُوسَى
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا وَشَبَّكَ
بَيْنَ أَصَابِعِهِ (رواه البخاري
"Dari Abu Musa ra,
bahwa Rasulullah SAW bersabda, 'Seorang mu'min dengan mu'min lainnya (dalam
satu masyarakat) adalah seumpama satu bangunan, dimana satu dengan yang lainnya
saling mengukuhkan." (HR. Bukhari).
2. Saling
Bekerja Sama Dan Saling Membantu
Dalam sebuah hadits diriwiayatkan :
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ
نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ
كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ
اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ
اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ
الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ (رواه البخاري)
"Dari Abu Hurairah
ra, Rasulullah SAW bersabda, 'Barangsiapa yang melapangkan kesempitan seorang
muÂ’min berupa kesempitan dalam kehidupan dunia, maka Allah akan melapangkannya
pada kesempitan di hari kiamat. Dan barang siapa yang memudahkan kesulitan
seorang mu'min, maka Allah akan melapangkan urusannya di dunia dan akhirat. Dan
barang siapa yang menutupi aib saudaranya orang yang beriman, maka Allah pun
akan menutupi aib dirinya di dunia dan di akhirat. Dan Allah akan
selalu menolong hamba-Nya, jika hamba-Nya senantiasa menolong saudaranya."
(HR. Bukhari)
3. Saling
Melindungi Dari Berbagai Kesusahan
Dalam sebuah hadits, diriwayatkan
:
عَنْ أَنَسٍ بْنِ
مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَا آمَنَ بِيْ مَنْ بَاتَ شَبْعَانًا وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلىَ جَنْبِهِ
وَهُوَ يَعْلَمُ بِهِ (رواه الطبراني
"Dari Anas bin Malik
ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, 'Tidaklah beriman kepadaku seseorang yang
tidur pada malam hari dengan keadaan perut kenyang sementara tetangganya
kelaparan di sebelahnya dan dia mengetahui hal tersebut." (HR. Thabrani).
Dalam hadits lain diriwayatkan :
عَنْ حُذَيْفَةَ
بْنِ الْيَمَانِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لاَ يَهْتَمْ بِأَمْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مِنْهُمْ
(رواه الطبراني
"Dari Hudzaifah bin
Al-Yaman ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, Barang siapa yang tidak peduli
dengan urusan kaum muslimin, maka ia bukan termasuk golongan mereka." (HR.
Thabrani).
Peranan Iman Dalam Tegaknya
Prinsip Takaful
Tiga Prinsip
Takaful di Atas, tidak mungkin terjabarkan atau terealisasikan dalam kehidupan
nyata, jika tidak dilandasi dengan kemantapan Iman dan Taqwa kepada Allah SWT.
Niat ikhlas untuk membantu
sesama manusia yang mengalami penderintaan karena musibah, atau meringankan
mereka dari berbagai resiko yang mengalami musibah, merupakan landasan awal
dalam prinsip takaful.
Dalam Al-QurÂ’an Allah SWT mengingatkan kaum muslimin
:
وَأَلَّفَ بَيْنَ
قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ
قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
"Dan (Allahlah) yang
mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu
membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat
mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya
Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Al-Anfal/ 8 : 63).
E. Langkah-Langkah Mengantisipasi Risiko
Risiko adalah segala hal yang bisa terjadi pada
diri manusia yang tidak diinginkan untuk terjadi. Setiap manusia memiliki risiko atas apa pun yang
dia lakukan. Selain itu, hidup manusia sendiri juga mengandung banyak risiko.
Ada beberapa risiko yang bisa dihindari, dan ada beberapa risiko yang tidak
bisa dihindari. Contoh dari risiko yang bisa dihindari adalah risiko kecelakaan
atau risiko kecurian. Sedangkan contoh dari risiko yang tidak bisa dihindari
adalah risiko kematian.
Efek dari risiko sering kali menimbulkan kerugian yang cukup besar. Entah
kerugian dari sisi psikologis, maupun kerugian dari sisi keuangan. Kalau rumah
Anda mengalami musibah kebakaran, maka Anda akan mengalami kerugian keuangan
yang besarnya setara dengan nilai rumah Anda pada saat kebakaran itu terjadi.
Karena itu, penting sekali bagi Anda untuk mengantisipasi setiap risiko yang
mungkin terjadi pada diri Anda.
Kerugian keuangan bisa terjadi bila Anda mengalami kematian, kecelakaan,
sakit, atau bila barang milik Anda hilang atau rusak. Kadang-kadang,
kerugian keuangan juga bisa terjadi bila Anda mengalami tuntutan hukum dari
pihak ketiga, semisal saat Anda menabrak orang lain hingga terluka dan Anda
diharuskan untuk mengganti semua biaya pengobatannya. Sekarang,
pilihan-pilihan apa saja yang tersedia bagi Anda untuk mengantisipasi risiko?
Kita anggap saja Anda diharuskan oleh bos Anda (atau siapa saja) untuk membawa
sebuah paket dengan memakai kendaraan, dari kota A ke kota B. Namun demikian,
keadaan jalanan yang ramai membuat Anda terancam mengalami risiko kecelakaan.
Karena itu, ada sejumlah pilihan bagi Anda untuk mengantisipasi risiko
tersebut:
- Menghindari Rrisiko. Anda bisa menghindar dari risiko kecelakaan tersebut. Caranya, jangan menyetir. Tetapi konsekuensinya, paket Anda tidak akan terkirim.
- Menghadapi Risiko. Anda bisa menyetir dan membawa paket tersebut seperti biasa tanpa perlu berhati-hati, dan Anda menerima konsekuensinya apabila risiko kecelakaan tersebut benar terjadi.
- Mengurangi Risiko. Anda menyetir dan membawa paket tersebut, tetapi berhati-hati dalam menyetir. Dengan demikian, risiko kecelakaan dapat dikurangi.
- Membagi Risiko. Paket yang harus Anda bawa dibagi dua dengan teman Anda. Dia membawa sebagian paket tersebut dalam kendaraan yang berbeda, begitu juga Anda.
- Transfer Risiko. Anda minta kepada teman Anda yang membawakan seluruh paket tersebut.
Setelah Anda mengetahui pilihan-pilihan apa saja yang tersedia bagi Anda
untuk mengantisipasi risiko, maka langkah Anda selanjutnya adalah dengan
menulis risiko-risiko apa saja yang mungkin terjadi pada Anda, serta pilihan
apa yang akan Anda gunakan untuk mengantisipasinya. Di bawah ini adalah
langkah-langkahnya:
- Kenali risiko Anda
- Evaluasi akibatnya apabila risiko itu terjadi.
- Ambil keputusan tentang pilihan apa yang akan Anda gunakan untuk mengantisipasi risiko tersebut
F.
Manajemen Operasional Asuransi
Kenneth
Huggins (1992), Operations of Life and Health Insurance, membagi 9
divisi yaitu:
Ø Marketing
Ø Aktuaria (studi statistik dan finansial jangka
panjang melalui prinsip yg diterapkan dlm hukum bilangan besar /pengalaman masa
lalu dijadikan perkiraan masa depan)
Ø Underwriting:
proses penaksiran dan pengolongan tingkat risiko yg terdapat pd calon
tertanggung.
Ø Customer
service >> kepuasan pelanggan
Ø Administrasi klaim >> hrs dpt meyakinkan
bhw benefit dibayarkan segera dan kpd pihak yang berhak
Ø Investasi >> aman dan menguntungkan
Ø Akuntansi: sistem pengumpulan, penganalisaan
dan meringkaskan data keuangan >> keputusan bisnis yg tepat
Ø Hukum
Ø SDM
[1] Istilah ini digunakan pada abad 20-an untuk asuransi Islam. Lihat
Joni Tamkin bin Borhan dan Che Zarrina Binti Sa’ari (2003), “The Principle of
Takaful (Collective Responsibility) in Islam and Its Practice in the Operation
of Syarikat Takaful Malaysia Berhad”, dalam Jurnal Usuluddin, No. 17,
2003, Kuala Lumpur: Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya, h. 40. Untuk
mendapatkan penjelasan lebih lanjut tentang akad al-ta’min ini dan
hal-hal yang berkait dengannya, lihat ‘Abd al-Haq Humaisy dan al-Husein Syawat
(2001), Fiqh al-‘Uqud al-Maliyyah. ‘Amman (Jordan): Dar al-Bayariq, hh.
124-138.
[2] Ibrahim Anis et al. (t.t.), al-Mu‘jam al-Wasit, juz.
2. Kairo: T.P., h. 793.
[3] Mohd. Ma’sum Billah (2003a), Islamic and Modern Insurance,
Principles and Practices. Petaling Jaya: Ilmiah Publishers, h. 19; Idem
(2003c), Shari’ah Standard of Quantum of Damages in Insurance. Petaling
Jaya: Ilmiah Publishers, h. 23.
[4] Saiful Azhar Rosly (2005), Critical Issues on Islamic Banking
and Financial Markets. Kuala Lumpur: Dinamas Publishing, h. 487.
[5] Afzalur Rahman (1979), Economics Doctrines of Islam, Banking and
Insurance, Vol. 4. London: The Muslim Schools Trust London, h. 78.
[6] Joni Tamkin bin Borhan dan Che Zarrina Binti Sa’ari (2003), op.cit.,
h. 34.
[7] Mohd. Ma’sum Billah (2003b), Islamic Insurance (Takaful).
Petaling Jaya: Ilmiah Publishers, h. 1; Muhammad Nejatullah Siddiqi (1981),
Muslim Economic Thinking, A Survey of Contemporary Literature. Leicester:
The Islamic Foundation, h. 27; Mohammad Muslehudin (1978), Insurance and
Islamic Law. Lahore: Islamic Publication Limited, Diterjemahkan oleh
Izuddin Hj. Mohamed (1989), Insuran dan Hukum Islam. Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa dan Pustaka, h. 117; Joni Tamkin bin Borhan dan Che Zarrina Binti Sa’ari
(2003), op.cit., h. 41; Chaudhry Mohamad Sadiq (1995), “Islamic
Insurance (Takafol): Concept and Practice” dalam Encyclopaedia of
Islamic Banking and Insurance. London: Institute of Islamic Banking and
Insurance, h. 198; Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes (1998), Islamic Law
and Finance. The Hague: Kluwer Law International, h. 150.
[8] Nik Norzrul Thani et al. (2003), Law and Practice of
Islamic Banking and Finance. Petaling Jaya: Sweet and Maxweel Asia, h. 153;
Joni Tamkin bin Borhan dan Che Zarrina Binti Sa’ari (2003), op.cit., h.
4.
[9] Chaudhry Mohamad Sadiq (1995), op.cit., h. 198; Mohd Fadzli
Yusof (1996), Takaful: Sistem Insurans Islam. Kuala Lumpur: Utusan
Publications & Distributors Sdn Bhd, hh. 11-13; Frank E. Vogel dan
Samuel L. Hayes (1998), op.cit., hh. 151-152.
[10] Joni Tamkin bin Borhan (2002), “The Framework and Practice of
Islamic Insurance in Malaysia”, dalam AL-JAMI‘AH Journal of Islamic Studies,
Vol. 40, No. 1, Januari-Juni 2002, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, hh.
64-65.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar